Kita melihat hidup orang lain begitu nikmat ...
Rupanya dia menutup kekurangannya tanpa perlu berkeluh kesah.
Kita melihat hidup teman-teman tak ada duka dan kepedihan,
Rupanya dia pandai menutup dukanya dengan bersyukur dan redha.
Kita melihat hidup saudara kita tenang tanpa ujian,
Rupanya dia begitu menikmati badai hujan dlm kehidupannya.
Kita melihat hidup sahabat kita begitu sempurna,
Rupanya dia berbahagia dengan apa yang dia ada.
Kita melihat hidup jiran tetangga kita sangat beruntung,
Ternyata dia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung.
Setiap hari kita belajar memahami dan mengamati setiap hidup orang yang kita temui.
Ternyata kita yang kurang mensyukuri nikmat Allah.
Bahawa di satu sudut dunia lain masih ada yang belum beruntung memiliki apa yang kita ada saat ini.
Dan satu hal yang kita ketahui, bahawa Allah tak pernah mengurang kan ketetapan-Nya.
Hanya akulah yang masih kita yg mengkufuri nikmat suratan takdir Ilahi.
Maka kita merasa tidak perlu iri hati dengan rezeki orang lain.
Mungkin kita tak tahu dimana rezeki kita. Tapi rezeki tahu dimana diri kita berada.
Dari lautan biru, bumi dan gunung, Allah telah memerintahkannya menuju kepada kita.
Allah menjamin rezeki kita, sejak kita dalam kandungan ibu kita lagi.
Amatlah keliru bila bertawakkal rezeki dikatakan dari hasil bekerja.
Bekerja adalah ibadah, sedangkan rezeki itu urusan-Nya.
Melalaikan kebenaran dan gelisah dengan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda.
Manusia membanting tulang, demi angka simpanan gaji, yang mungkin esok akan ditinggal mati.
Mereka lupa bahawa hakikat rezeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya.
Rezeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Allah menaruh sekehendak-Nya.
Siti Hajar berulang alik dari Safa ke Marwah, tapi air Zam-zam muncul dari kaki anaknya, Ismail.
Ikhtiar itu perbuatan. Rezeki itu kejutan.
Dan yang tidak boleh dilupakan, setiap hakikat rezeki akan ditanya kelak, "Dari mana dan digunakan untuk apa"
Kerana rezeki hanyalah "hak pakai" ... bukan "hak milik"
Halalnya dihisab dan haramnya diazab.
Maka, kita tidak boleh merasa iri pada rezeki orang lain.
Bila kita iri pada rezeki orang, sudah seharusnya juga iri pada takdir kematiannya.
Renungkanlah ...